
Kisah Siti Fatima Azzahra
”Fatimah adalah bagian dariku, siapa yang menyakitinya berarti menyakitiku, siapa yang membuatnya gembira maka ia telah membahagiakanku.” (Al Hadis) Di kalangan suku Quraisy, Fatimah dikenal fasih dan pintar. Ia meriwayatkan hadis dari ayahnya kepada kedua putranya Hasan dan Husein, suaminya Ali bin Abi Thalib, Aisyah, Ummu Salamah, Salma Ummu Rafi’, dan Anas bin Malik.
Kata ‘Fatimah’ berasal dari suku kata ‘Fathama’ yang berarti menyapih atau menghentikan atau menjauhkan. Sebuah riwayat marfu’ menyebutkan, dinamakan ‘Fatimah’ karena Allah Ta’ala menjamin menjauhkan putri bungsu Nabi SAW berikut seluruh keturunannya dari neraka. Riwayat ini diketengahkan oleh al Hafidz ad-Dimasyqi. Sementara riwayat versi an-Nasa-i menyebutkan bahwa Allah Ta’ala akan membebaskan Fatimah beserta orang-orang yang mencintainya dari neraka.
Fatimah juga disebut al-Battul yang berarti memisahkan, karena kenyataannya ia memang terpisah atau berbeda dari wanita-wanita lain sesamanya, baik dari segi keutamaan, agama dan kecantikannya. Ada yang mengatakan, karena ia memisahkan diri dari keduniaan untuk mendekat kepada Allah Ta’ala.
Fatimah Az-Zahra sangat terkenal di dunia Islam, karena hidup paling dekat dan paling lama bersama Nabi Muhammad SAW. Dari dialah keturunan Nabi Muhammad berkembang yang tersebar di hampir semua negeri Islam. Di kalangan penganut syiah, dia dan Ali bin Abi Thalib dianggap sebagai ahlulbait (pewaris kepemimpinan) Nabi Muhammad SAW.
Fatimah dilahirkan di Makkah pada 20 Jumadil Akhir, 18 tahun sebelum Nabi Muhammad hijrah atau di tahun kelima dari kerasulannya. Dia adalah putri bungsu Nabi Muhammad SAW setelah Zainab, Ruqayah dan Ummu Kaltsum. Saudara laki-lakinya yang tertua Qasim dan Abdullah, meninggal dunia pada usia muda.
Setahun setelah hijrah, Fatimah dinikahkan dengan Ali bin bi Thalib. Banyak yang ingin menikahinya kala itu. Maklum saja, selain rupawan, ia adalah perempuan terhormat, anak Rasulullah SAW. Dia pernah hendak dilamar oleh Abu Bakar dan Umar, keduanya sahabat Nabi Muhammad SAW, namun ditolak secara halus oleh Rasulullah SAW.
Sementara itu, Ali tidak berani melamar Fatimah karena kemiskinannya. Namun Nabi Muhammad SAW mendorongnya dengan memberi bantuan sekadarnya untuk persiapan rumah tangga mereka. Maskawinnya sebesar 500 dirham (10 gram emas), sebagian diperolehnya dengan menjual baju besinya. Nabi Muhammad SAW memilih Ali sebagai suami Fatimah karena ia adalah anggota keluarga yang sangat arif dan terpelajar, di samping merupakan orang pertama yang memeluk Islam.
Dari perkawinan Fatimah dan Ali, lahirlah Hasan dan Husein. Keduanya terkenal sebagai tokoh yang meninggal terbunuh di Karbala. Tak lama kemudian lahir berturut-turut: Muhsin serta tiga orang putri, Zaenab, Ummu Kaltsum, dan Ruqoyyah.
Kehidupan rumah tangga Fatimah sangatlah sederhana, bahkan sering juga kekurangan. Beberapa kali ia harus menggadaikan barang-barang keperluan rumah tangga mereka untuk membeli makanan, sampai-sampai kerudung Fatimah pernah digadaikan kepada seorang Yahudi Madinah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka. Namun demikian, mereka tetap bahagia, lestari sebagai suami istri sampai akhir hayat.
Fatimah adalah putri kesayangan Rasulullah SAW. Suatu waktu Nabi Muhammad SAW pernah mengatakan kepada Ali, ”Fatimah adalah bagian dariku, siapa yang menyakitinya berarti menyakitiku, siapa yang membuatnya gembira, maka ia telah membahagiakanku.” Ini dikatakan oleh Rasulullah SAW sehubungan dengan keinginan seorang tokoh Quraisy untuk menikahkan anak perempuannya kepada Ali. Ali tidak menolak tetapi segera dicegah oleh Rasulullah SAW.
Sikap Nabi Muhammad SAW semakin keras ketika Abu Jahal manawarkan anak perempuannya kepada Ali. Nabi Muhammad SAW mengatakan, ”Ceraikan dulu Fatimah jika Ali berniat untuk menikahkannya.” Ini merupakan bukti kuat akan kecintaan Rasulullah SAW kepada putri bungsunya ini. Memang Nabi Muhammad SAW sangat sayang kepada Fatimah. Sewaktu Nabi Muhammad SAW sakit keras menjelang wafatnya, Fatimah tiada hentinya menagis.
Nabi Muhammad SAW memanggilnya dan berbisik kepadanya, tangisannya semakin bertambah, lalu Rasulullah SAW berbisik lagi dan dia pun tersenyum. Kemudian hal tersebut ditanyakan orang kepada Fatimah, dan dia menjawab bahwa dia menagis karena ayahnya memberitahukan kepadanya bahwa tak lama lagi sang ayah akan meninggal, tapi dia tersenyum karena seperti kata ayahnya, dialah yang pertama akan menjumpainya di akhirat nanti.
Fatimah meninggal tak sampai selang setahun dari ayahnya. Diriwayatkan dari Aisyah RA, ”Fatimah wafat setelah enam bulan ayahnya, Rasulullah SAW, tepatnya pada hari Selasa bulan Ramadlan tahun 11 Hijriyah. Fatimah RA wafat dalam usia 28 tahun. Merasa ajal seudah dekat, dia membersihkan dirinya, memakai pakaian yang terbaik, memakai wewangian dibantu oleh iparnya, Asma bin Abi Thalib. Dia meninggal dengan satu pesan; hanya Ali, suaminya, yang boleh menyentuh tubuhnya.” Fatimah adalah seorang wanita yang agung, seorang ahli hukum Islam. Dia adalah tokoh wanita dalam bidang kemasyarakatan, orangnya sangat sabar dan bersahaja, dan akhlaknya sangat mulia.
Di antara anak wanita Rasulullah s.a.w, Fathimah Az-Zahra r.a, merupakan wanita paling utama kedudukannya. Kemuliannya itu diperoleh sejak menjelang kelahirannya, yang didampingi wanita suci sebagaiman yang diucapkan oleh Khadijah:
"Pada waktu kelahiran Fartimah r.a, aku meminta bantuan wanita-wanita Qurays tetanggaku, untuk menolong. Namun mereka menolak mentah-mentah sambil mengatakan bahwa aku telah menghianati mereka dengan mendukung Muhammad. Sejenak aku bingung dan terkejut luar biasa ketika melihat empat orang tinggi besar yang tak kukenal, dengan lingkaran cahaya disekitar mereka mendekati aku. Ketika mereka mendapati aku dalam kecemasan salah seorang dri mereka menyapaku: "Wahai Khadijah! Aku adalah Sarah, ibunda Ishaq dan tiga orang yang menyapaku adalah Maryam, Ibunda Isa, Asiah, Putri Muzahim, dan Ummu Kultsum, Saudara perempuan Musa. Kami semua diperintah oleh Allah untuk mengajarkan ilmu keperawatan kami jika anda bersedia". Sambil mengatakan hal tersebut, mereka semua duduk di sekelilingku dan memberikan pelayanan kebidanan sampai putriku Fathimah r.a lahir."
Menginjak usia 5 tahun, beliau telah ditinggal dengan wafatnya ibunya. Sehingga automatik beliau mengantikan posisi ibunya dalam melayani, membantu dan membela Rasulullah s.a.w, sehingga beliau mendapat gelaran Ummu Abiha (ibu dari ayahnya). Dan dalam usia yang masih kanak-kanak, beliau juga telah dihadapkan kepada berbagai macam ujian. Beliau melihat dan meyaksikan perlakuan keji kaum kafir Qurays kepada ayahandanya, sehingga seringkali pipi beliau basah oleh linangan air mata kerana melihat penderitaan yang dialami ayahnya.
Ketika Rasulullah pindah ke kota Madinah beliau ikut berhijrah bersama ayahnya. Selang beberapa tahun setelah hijrah tepatnya pada tanggal 1 dzulhijjah, hari jum'at, tahun 2 Hijrah, beliau menikah dengan Ali bin Abi Thalib.
Dari pernikahannya suci yang diberkati oleh Allah SWT, beliau dikaruniai dua orang putra; Hasan dan Husein serta dua orang putri, Zainab dan Ummi Kaltsum, mereka semua terkenal sebagai orang yang sholeh, baik dan pemurah hati.
Fathimah bukan hanya seorang anak yang paling berbakti pada ayahnya, tapi sekaligus sebagai seorang istri yang setia mendampingi suaminya disegala keadaan serta sebagai pendididk terbaik telah berhasil mendidik anak-anaknya.
Masa-masa indah bagi beliau adalah ketika hidup bersama Rasulullah s.a.w. Beliau mempunyai tempat agung disisi Rasulullah sehingga digambarkan seperti berikut, Siti Aisyah berkata: "Aku tidak melihat orang yang pembicaraannya mirip dengan Rasulullah s.a.w seperti Fathimah ra. Apabila datang kepada ayahanya, beliau berdiri, menciumnya, menyambut gembira lalu didudukkan di tempat duduk beliau. Apabila Rasulullah datang kepadanya, ia pun berdiri menyambut ayahandanya dan mencium tangan beliau s.a.w".
Tidak hairan, jika setelah wafat baginda Rasulullah, beliau sangat sedih dan berduka cita, hatinya menangis dan menjerit sepanjang waktu. Namun perlu diketahui bahwa kesedihan dan tangisannya itu bukanlah semata-mata kehilangan Rasulullah s.a.w tapi juga beliau melihat kelakukan umat sesudahnnya yang sudah banyak menyimpang dari ajaran ayahnya, dimana penyimpangan itu akan membawa kesengsaraan bagi kehidupan mereka.
Sejarah mencatat bahwa Sayyidah Fathimah Az-Zahra r.a setelah wafat Rasulullah s.a.w, beliau tidak pernah terlihat senyum apalagi tertawa. Sejarah juga mencatat bahwa antara beliau dengan khalifah pertama dan kedua terjadi perselisihan tentang tanah Fadak dan tentang masalah lainnya. Menurut Sayyidah Fathimah r.a tanah itu adalah hadiah dari ayahnya untuk dirinya, namun khalifah berkata: "Bahwa nabi tidak meninggalkan sesuatau dari keluarganya, sedangkan warisan nabi berubah statusnya menjadi sedekah yang digunakan untuk kemaslahatan kaum muslimin".
Kehidupan Fathimah az-Zahra r.a, wanita agung sepanjang masa adalah kehidupan yang diwarnai kesucian, kesederhanaan, pengabdian, perjuangan dan pengorbanan bukan kehidupan yang diwarnai kemewahan yang ramah dan lembut.
Fathimah hanya hidup tidak lebih dari 75 hari setelah kepergian ayahnya. Pada tanggal 14 Jumadil Ula, tahun 11 Hijrah wanita suci, wanita agung dan mulia sepanjang masa, menutup mata dalam usia yag relatif muda yaitu 18 tahun.
Namun sebelum wafatnya beliau mewasiatkan keinginan kepada Imam ali as yang isinya:
Wahai Ali, engkau sendirilah yang harus melaksanakan upacara pemakamanku.
Mereka yang tidak membuat aku rela/ridha, tidak boleh menghadiri pemakamanku.
Jenazahku harus dibawa ke tempat pemakaman pada malam hari.
Oleh kerana itulah, sehingga sekarang makam sebenar Siti Fatimah ra tidak dapat digambarkan ketepatan posisi dan kedudukannya di dalam peta, hanya pendapat dan andaian yang paling popular digunapakai sebagai makam Siti Fatimah untuk ummat islam menziarahi kuburnya sebagai memperingati beliau selaku anak Rasulullah s.a.w yang ditinggikan derajatnya oleh Allah swt.
Fathimah Az-Zahra, "Putri bungsu Rasulullah s.a.w, telah tiada. Tidak ada ungkapan yang mampu mengambarkan keagungan Fathimah Az-Zahra yang sebenarnya.
Semoga Allah memasukkan beliau ke dalam golongan yang soleh bersama-sama penghuni syurga-Nya. Amin....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar